Minggu, 08 Desember 2013


PENGENDALIAN HAMA TIKUS SECARA MEKANIK DAN KIMIA

PENGENDALIAN SECARA MEKANIS
Pengendalian hama tikus secara mekanik adalah pengendalian yang dilakukan dengan bantuan alat/ perangkap  atau  dapat juga dilakukan secara langsung dengan menangkap tikus. Ada beberapa macam pengendalian hama tikus secara mekanis antara lain:

1.      TBS (TRAP BARRIER SYSTEM)
Pemagaran plastik yang mengelilingi petakan persemaian atau sawah yang dilengkapi perangkap bubu pada tiap jarak tertentu. Sebaiknya plastik yang digunakan untuk perangkap berwarna hijau, kuning atau transparan. Warna hijau dan kuning lebih mudah diketahui oleh tikus, sedangkan plastic transparan agar persemaian terlihat oleh tikus.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQUTCAxdNB2gf5roMiWPNhTG3KufLl3-ie4z88D20XzmGklKLuP7qA4qJ_d3IrgwxNI-hsanCbYDRHmWtucnOFF4jD5BgILz8p5-g9IPyIbz1wMRwqOOeiFTveLZbxD09sJxq1oNACzLw/s400/prangkap+bubu.JPGhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBH6fZ4bKpNA4EZ4DikKawxU1oOnvlhpeotVp7DjcH0j4misKwHM9LOXJ-ZOmCocW-FiIxZMnHJ7Fl4_poiMSakavU5l1ynmFzHo170ZwFgakEAcszVzo0SEralSvOzkMmmSHJYrWrLXM/s400/prangkap+bubu+2.JPG
     Perangkap bubu yang dipasang rapat dengan pagar plastik dan diletakkan gundukan tanah sebagai jalan masuk tikus di depan pintu perangkap.
BAHAN PEMBUAT PERANGKAP BUBU:
Kawat strimin (lubang 1 cm), kawat strimin (lubang 0,5 cm), kawat besar Diameter 3-4 mm, kawat kecil diameter 1 mm, plastic putih yang tembus cahaya 14 %, kayu reng ukuran 2×3 cm tinggi 1 meter.
CARA MEMBUATNYA:
·         Kawat besar 3-4 mm dibuat kerangka panjang 40 cm lebat dan tinggi 25 cm.
·         Kawat Strimin lubang1 cm di bentuk kotak sesuai dengan kerangka no 1
·         Strimin lubang 0,5 cmdibuat selongsong dengan ukuran disesuaikan dengan lubang pada liang tikus pada bagian ujung mengerucut panjang 25 cm
·         Selongsong no 3 dipasang pada salah satu sisi yang ukuranya 25 cm dengan bagian ujung diposisikan pada tengah-tengah kotak strimin
·         Semua pertemuan kawat kerangka dengan kawat strimin diikat dengan kawat strimin diameter 1 mm
·         Dibuat jendela pada salah satu sisi untuk mengeluarkan tikus yang tertangkap.
·         Untuk memudahkan pemasangan pagar dan perangkap bubu perangkap tikus dianjurkan untuk melakukan persemaian berkelompok sehingga jumlah persemaian tidak terlalu banyak.
CARA PEMASANGAN TBS
·         Pilih petakan sawah berukuran kira-kira 20m x 50m2
·         Pasang ajir bambu setiap 1 m bentangan pagar
·         Gunakan tali atau kawat untuk menegakkan pagar plastik pada petakan. Pagar perlu dibenamkan 10 cm di bawah tanah agar tikus tidak menerobos melalui bagian bawah pagar dan dipasang setinggi 60 cm untuk mencegah loncatan di atas tanah
·         Buatlah saluran air di bagian luar pagar dengan lebar minimal setengah meter
·         Pasang paling sedikit 1-2 bubu perangkap pada masing-masing sisi (harus dipasang serapat mungkin dengan pagar, tanpa celah yang memungkinkan tikus masuk menerobos di luar pintu perangkap)
·         Pasang jalan masuk dengan meletakkan lumpur di depan pintu masuk perangkap



 GROPYOKAN
Pengendalian dengan peralatan lengkap (pemukul, emposan, jaring dan sebagainya) yang dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat yang terkoordinir dan terencana dalam satu hamparan pertanaman yang luas. Gropoyokan bertujuan untuk menurunkan populasi tikus secara serentak dalam suatu hamparan.Waktu yang tepat untuk melakukan gropoyokan adalah saat tidak ada pertanaman dan tikus berada dalam sarang. Keadaan ini biasanya terjadi ketika mulai setelah panen dan ketika lahan bera.
Gropoyokan dilakukan dengan cara menggali liang-liang tikus dengan bantuan anjing pelacak. Pada saat gropoyokan dilakukan dengan alat perangkap yang disebut jala kremat yang diletakan pada lubang aktif tikus. Lubang aktif dipukul-pukul di atasnya agar tikus keluar dan masuk dalam jala. Jala kremat terbuat dari bahan bambu atau lempengan besi tipis yang dibuat melingkar dan di beri jarring nilon. Kegiatan ini memerlukan kekompakan dari seluruh petani untuk menangkap tikus secara serempak
.Hasil-Tangkapan-gropyokan.jpg

3. PEMASANGAN JARING
Jaring dipasang pada salah satu sisi hamparan sawah, kemudian di sisi lain secara bersama-sama dilakukan penggiringan tikus dan di tepi jaring beberapa orang menunggu dengan alat pemukul.

4. PENGGENANGAN
Penggenangan lubang-lubang tikus dilakukan ketika menjelang pembuatan persemaian.

5. PERANGKAP BAMBU

Perangkap bambu terbuat dari potongan bambu dengan ukuran panjang 2 meter atau lebih dengan diameter 7-10 cm dan ruas-ruas bambu dilubangi. Jenis bamboo yang digunakan ialah bambu yang sudah tua.telah direndam dan kering agar tidak dicurigai oleh tikus. Cara ini efektif apabila tempat berlindung tikus sedikit atau tidak ada sama sekali. Kondisi ini dijumpai apabila dilakukan sanitasi sarang dan tempat berlindungnya tikus atau pada waktu bera. Pemasangan pada fase generatif akan memberikan hasil yang lebih baik karena pada saat itu tikus cenderung tinggal di persawahan.
Pada saat bera perangkap bambu ditempatkan di persawahan yang sudah kering, di pematang-pematang atau di tempat lewatnya tikus. Sedangkan pada pertanaman perangkap bambu dapat ditempatkan di pematang sawah atau di persawahan dengan di topang oleh penyangga bambu agar tidak terendam air.
Perangkap diambil pada hari sebelum jam 9.00. apabila pengambilan perangkap bambu terlambat suhu dalam perangkap akan meningkat sehingga tikus akan lari keluar. Tikus yang tertangkap di tempatkan pada karung untuk selanjutnya dibunuh.
Dengan menggunakan perangkap ini selain murah, juga aman bagi manusia maupun bagi musuh alaminya. Pemakaian alat perangkap ini harus memperhatikan jenis umpan yang digunakan sebab terkadang tikus jeli terhadap suatu umpan atau hapal pada suatu jebakan. Oleh karena itu diperlukan adanya variasi umpan dan jebakan yang tidak mudah dihapal tikus. Penggunaan umpan yang mencolok seperti ubi-ubian yang dipasang pada tanaman palawija yang belum menghasilkan umbi akan menarik perhatian tikus.

6. PENGENDALIAN HAMA TIKUS MENGGUNAKAN PERANGKAP ELEKRIK
dsc_0202.jpg
Prinsip kerja perangkap tikus elektrik sama dengan perangkap tikus biasa, namun yang membedakannya jika tikus yang dipancing dengan umpan masuk ke dalam perangkap ini, maka tikus itu akan mati akibat sengatan listrik dari alat tersebut. Kelebihan perangkap tikus  adalah tidak adanya bahan racun yang digunakan. Bangkai tikus yang sudah mati tidak menyebar kemana-mana dan tidak akan mencemari lingkungan.

7. KURUNGAN TIKUS
images (1).jpg
Pengendalian dengan menggunakan kurungan dilakukan dengan menaruh umpan makanan didalam kurungan, kemudian setelah tikus terpancing dan mengambil makanan itu, kurungan akan otomatis menutup saat makanan ditarik oleh tikus tersebut.
8. SNAP TRAP (PENJEPIT)
download (1).jpg
Hamper sama dengan kurungan tikus, snap trap mengandalkan umpan makanan untuk menarik tikus mendekati perangkap. Dan saat tikus memakan umpannya, penjepit otomatis menjepit tikus yang sedang memakan umpannya.

9. LEM TIKUS
download (3).jpg
Penggunaan lem tikus dalam penendalian hama tikus cukup efektif, namun terkadang kurang tepat sasaran. Cara kerja alat ini adalah dengan mengoleskan lem di suatu bidang, dan saat tikus melalui bidang tersebut, tikus itu akan terjerat dan sulit untuk menarik dirinya keluar dari perangkat lem dikarenakan lem yang sangat lengket.



PENGGUNAAN BAHAN KIMIAWI
Selain secara mekanis pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan bahan kimia untuk meracuni tikus. Adapun beberapa pengendalian hama tikus secara kimia adalah sebagai berikut:

1.      UMPAN RACUN
Pengendalian tikus dengan bahan kimia adalah menggunakan racun tikus (rodentisida) dan gas beracun (fumigasi).  Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti; beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung racun.  Penggunaan rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus.
Berdasarkan cara kerjanya, rodentisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut dan rodentisida kronis (anti koagulan). Rodentisida akut bekerja cepat, kematian biasanya terjadi 3-14 jam setelah peracunan. Kelemahan rodentisida akut adalah dapat menimbulkan jera umpan, sedangkan rodentisida kronis adalah racun yang daya bunuhnya lambat dan tidak menimbulkan jera umpan. Kematian terjadi beberapa hari kemudian setelah memakan umpan racun kronis tersebut.
Untuk melindungi umpan dari hujan dan agar tidak termakan hewan peliharaan, gunakan tempat umpan yang diletakkan di galengan dekat dengan tempat-tempat tikus bersembunyi atau dekat dengan liang-liang tikus serta di jalan-jalan/tempat-tempat yang biasanya dilewati tikus. Jarak antara tempat umpan  + 50 meter. Masing-masing tempat umpan di isi 10-15 g.
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/liang-aktif.jpg
2.      PENGEMPOSAN
Pengendalian dengan menggunakan gas beracun dilakukan pada periode tanaman padi mencapai stadium bunting sampai bermalai. Cara pelaksanaannya adalah menggunakan emposan yaitu dengan cara membakar merang yang telah diisi belerang.  Gas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dihembuskan ke dalam liang tikus menutup semua ruang-ruang/celah-celah yang memungkinkan tikus lari.
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/root/penggunaan-emposan.jpg







SUMBER:
·         http://ulyvia.blogspot.com/2010/01/pengendalian-fisik-atau-mekanik-hama.html (Diposkan oleh Ully pada hari Rabu, 13 Januari 2010)

·         http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1069

Minggu, 27 Oktober 2013

Pengenalan Crustacea ( Kepiting )

PENGENALAN CRUSTACEA
(Laporan Praktikum Hama Nir Serangga)





Oleh
M Chandra Kurniawan
1114121124
Kelompok 6








JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013





                                                                                                                                                I.            PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Dalam bahasa Latin, crusta berarti cangkang. Crustacea disebut juga hewan bercangkang. Telah dikenal kurang lebih 26.000 jenis Crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting. Habitat Crustacea sebagian besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit yang hidup di darat. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip . Crustacea mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat.Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifatparasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya (Anonim, 2010).
Selain itu, dalam filum ini dikenal mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, terdiri dari kepala, dada, dan abdomen (yang kadang-kadang disebut dengan ekor. Kaki beruas enam. Pada bagian dua pasang antena, sepasang mata bertangkai, dan lima pasang kaki jalan sedangkan dekat pada bagian ekor terletak enam pasang kaki renang, sepasang untuk tiap ruas, sebuah telson dan dua pasang uropod (Romimohtarto dan Juwana, 2007).
Crustacea mampu hidup di perairan antara lain disebabkan karena anggota badannya yang bersendi-sendi (bahasa yunani, arthros berarti sambungan atau sendi) sehingga mudah berjalan atau berenang dengan cepat. Disamping itu, adanya kulit yang keras (Bahasa romawi, crusta berarti kulit keras atau kerak), adakalanya tebal dan berduri tidak disukai predator
(Suwignyo 2005).
Kepiting bakau tergolong dalam famili Portunidae yang terdiri atas 6 subfamili, yaitu: Carcininae, Polybiinae, Caphrynae, Catoptrinae,Podopthalminae, dan Portuninae. memperkirakan bahwa terdapat sekitar 234 jenis kepiting yang tergolong ke dalam subfamili Portuninae di wilayah Indopasifik Barat dan 124 jenis di wilayah Indonesia (Moosa, 1985).


1.2  Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah, sebagaiberikut :
1.    Mengeteahui perbedaan antara kepiting jantan dengan kepiting betina.
2.    Mengetahi cirri cirri tubuh kepiting.
3.    Dapat mengelompokan kepiting, kedalam spesies yang berbeda berdasarkan cirri cirinya.






II. METODELOGI PERCOBAAN


3.1  Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah, Cawan petri, nampa, dan sepuluh ekor kepiting.


3.2  Cara Kerja

Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah, sebagai berikut :
1.    Disiapkan 10 ekor kepiting.
2.    Disiapkan cawan petri dan nampan.
3.    Dimasukan kepiting ke dalam cawan petri agar mudah untuk diamati.
4.    Diamati ciri ciri dan kelamin dari setiap kepiting tersebut.
5.    Digolongkan kepiting kepiting tersebut berdasarkan spesiesnya.




III.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1  Hasil Pengamatan

Nama
Kepiting
Jenis Kelamin
Duri
Ciri Ciri
Gambar
A
Betina
Ada
-Kanan Lebih Besar
-Bentuk Sama
B
Betina
Tidak Ada
-Ukuran tidak sama
-Bentuk tidak sama
C
Jantan
Ada
-Ukuran tidak sama
-Bentuk sama
D
Jantan
Tidak Ada
-Ukuran tidak sama
-Bentuk tidak sama
E
Betina
Ada
-Ukuran tidak sama
-Bentuk tidak sama
F
Jantan
Ada
-Kanan Lebih Besar
-Bentuk Sama
G
Jantan
Ada
-Kanan Lebih Besar
-Bentuk Sama
H
Jantan
Ada
-Ukuran sama
-Bentuk sama
I
Jantan
Ada
-Ukuran tidak sama
-Bentuk tidak sama
J
Betina
Ada
-Kanan Lebih Besar
-Bentuk Sama




3.2  Pembahasan

Dalam bahasa Latin, crusta berarti cangkang. Crustacea disebut juga hewan bercangkang. Crustacea mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Terdapat sekitar 234 jenis kepiting yang tergolong ke dalam subfamili Portuninae di wilayah Indopasifik Barat dan 124 jenis di wilayah Indonesia.

Klasifikasi Kepiting:

Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Pleocyemata
Infra ordo : Brachyura
Famili : Portunidae
Sub famili : Portuninae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla sp.

Telah dilakukan praktikum pengenalan crustacea, yang menggunakan 10 ekor kepiting yang tidak diketahui spesiesnya. Dari sepuluh ekor kepiting itu, kemudian di amati ciri ciri nya dan kemudian digolongkan berdasarkan spesiesnya. Ciri ciri ke sepuluh spesies itu dapat dilihat pada tbel hasil pengamatan di atas.
Estampador (1949) in Fushimi &  Watanabe (2001), mengklasifikasikan kepiting bakau menjadi tiga spesies dan satu varietas, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla oceanica, dan Scylla serrata var. paramamosain. Karaketristik morfologi yang telah ditemukan dari ketiga spesies tersebut sesuai dengan deskripsi yang dijabarkan oleh Estampador pada tahun 1949. Karakteristik morfologi dari rostrum dan gigi anterolateral serta cheliped pada kepiting bakau dapat dilihat sebagai berikut:
·         Scylla serrata: duri frontal margin tumpul berukuran sama dan duri anterolateral berjumlah 9 dengan  gigi yang bergerigi tajam dan berukuran sama.
·         Scylla tranquebarica: duri frontal margin tajam dengan duri berukuran sama dan duri anterolateral berjumlah 9 dengan gigi yang bergerigi tajam dan berduri.
·         Scylla oceanica: duri frontal margin tajam  berukuran sama dan duri anterolateral berjumlah 9 dengan gigi yang bergerigi tajam.

Selain itu terdapat pembeda lainnya, yaitu jumlah duri pada cheliped carpus dan corak pada pleopod pertama yang terdapat pada ketiga spesies kepiting bakau.

Berdasarkan keterangan di atas maka, kepiting yang telah diamati dapat dikelompokan berdasarkan spesiesnya, yaitu sebagai berikut:
Scylla serrata : Kepiting A, kepiting C, kepiting F, kepiting G, kepiting H.
Scylla tranquebarica:  Kepiting E, kepiting I, kepiting J.
Scylla oceanica: Kepiting B, kepiting D.


IV.             KESIMPULAN


Adapun kesimpulan yang di dapat dari hasil praktikum yang telah dilakukan adalah, sebagai berikut :
1.      Kepiting dapat dibedakan berdasarkan, duri, ukuran dan bentuk tubuhnya itu sendiri.
2.      Kepiting yang termasuk kedalam spesies Scylla serrata : Kepiting A, kepiting C, kepiting F, kepiting G, kepiting H.
3.      Kepiting yang termasuk kedalam spesies Scylla tranquebarica:  Kepiting E, kepiting I, kepiting J.
4.      Kepiting yang termasuk kedalam spesies Scylla oceanica: Kepiting B, kepiting D.
















DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2010. Crustacea. Http://id.wikipedia.org/wiki/ Crustacea.  Diakses pada tanggal 25  oktober 2013.
Fushimi H dan Watanabe S. 2001. Problems in spesies identification of the mud crab Genus Scylla (Brachyura:Portunidae).Fisheries Science: 9-13.
Moosa MK, Aswandy I, Kasry A. 1985. Kepiting bakau Scylla serrata (Forskal, 1775) dari Perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Diakses pada tanggal 25  oktober 2013
Romimohtarto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. Diakses pada tanggal 25  oktober 2013
Suwignyo, S., et al. 2005. Avertebrata Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta

Selasa, 23 Juli 2013

Cara menghitung laju evapotranspirasi dan Cara mengetahui kandungan NPK dalam jaringan tanaman


CARA MENGUKUR LAJU EVAPOTRANSPIRASI


Penghitungan ET dilakukan dalam tiga tahap yaitu :

1).  Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh ETo (evapotranspirasi tanaman referensi), yaitu “laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara leng­kap menaungi permukaan tanah  dan tidak kekurangan air”. Empat metode yang  dapat digunakan adalah Blaney-Criddle, Radiasi,  Penman dan  Evaporasi Panci, dimodifikasi  untuk menghitung ETo dengan menggunakan  data iklim harian selama periode 10 atau 30 hari.
(2).  Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman (kc) yang menyatakan hubungan antara  ETo dan ET tanaman (ETtanaman = kc . ETo).  Nilai-nilai kc beragam dengan  jenis tanaman,  fase pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada.
(3).  Pengaruh kondisi lokal dan praktek pertanian  terhadap kebutuhan air tanaman, termasuk variasi lokal  cuaca, tinggi tempat, ukuran petak lahan, adveksi angin, ketersediaan lengas lahan, salinitas, metode irigasi dan kultivasi tanaman.






CARA MENGHITUNG KANDUNGAN NPK DALAM JARINGAN TANAMAN


1.      Tahapan
  • Pengambilan sample
    Macam bahan, jumlah sample, lokasi dan waktu sampling
  • Penyiapan sample
    Pengeringan, penumpukan, pengayakan
  • Penyimpanan sample
    Tempat (botol atau plastik tertutup), kondisi (suhu, kelembaban dll), bentuk (padatan, cairan atau larutan/ekstrak)
  • Analisis
    Jenis analisis, metode, tingkat ketelitian, kemurnian, bahan kimia, ketrampilan analis, waktu, biaya dll
  • Penafsiran
    Satuan, konversi (pengenceran), perhitungan, referensi (acuan), kelayakan data, kemungkinan


2.      Pengambilan Sample

Bagian yang di jadikan Sample adalah:
Recently matured, fulle expoanded laeaves (Daun yang baru saja dewasa dan membuka sempurna)
Petioles from recently matured leaves (tangkai daun dari daun yang baru saja dewasa/matang

DAUN MUDA tidak boleh untuk bahan analisis


3.      Waktu Pengambilan Sample

  • Peak vegetative growth stage (titik puncak fase vegetatif/vegetatif maksimum)
  • Reproductive stage (fase generatif/panen buah)
Waktu pengambilan tidak terlalu pagi atau terlalu sore KARENA kandungan Nitrat lebih terakumulasi pada malam hari dan digunakan siang hari pada saat Nitrogen terbatas


4.      Bagian Yang Digunakan untuk Analisi

Bagian yang di jadikan sample juga harus memperhatikan jenis hara yang akan dianalisis
            Untuk analisis N lebih tepat pada bagian pucuk tanaman, sedangkan untuk P dan K lebih tepat pada bagian bawah/pangkal tanaman

Tanaman Nitrogen Phosphore Kalium

 


5. Hal Yang Perlu Diperhatikan 

  • 1. Idealnya analisis dilakukan mengikuti serapan hara sepanjang musim dengan melakukan uji lapangan 5 atau 6 kali. Kadar hara seharusnya lebih tinggi pada awal musim jika tanaman tidak mengalami stress.
  • 2. Kebutuhan hara maksimum bagi tanaman umumnya saat fase pembungaan, sehingga uji lapangan yang hanya sekali paling tepat pada fase tsb.
  • 3. Pembanding tanaman di daerah normal dan daerah defisiensi sangat bermanfaat
  • 4. Uji dilakukan pada 1015 tanaman dan hasilnya diratarata.